STNK dan SpcX

30 Maret 2017 lalu roket Falcon-9 milik SpaceX berhasil melakukan pendaratan automatis sempurna setelah 35 kali percobaan – target mereka adalah Mars pada 2030. Sebelumnya Oktober 2016, Dubai mengumumkan rencana besar mengadopsi blockchain guna meningkatkan kinerja dan pelayanan publik yang konon akan menggusur banyak profesi pada 2020 nanti.

Sementara itu saya terdampar di kantor Samsat Jakarta Selatan guna mengurus pergantian alamat di STNK. Sebuah kewajiban yang harus dituntaskan meskipun untuk mobil yang sama yang dimiliki oleh orang dengan NIK yang masih sama yang hanya karena berpindah alamat tinggal maka perlu mengurus perubahan isian alamat di lembar STNK melalui semacam prosedur-sistem-daya berpikir dan peradaban manusia circa 1452 – ketika Johann Guttenberg merancang mesin cetak manual pertama kali di dunia.

Apa boleh buat, birokrasi pencatatan sipil kita mungkin tertinggal hampir 600 tahun ketika saat ini Elon Musk sedang merancang koloni di Mars dan Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum di Dubai tekun menyusun strategi teknologi blockchain.Demi tidak mau lagi membayar pajak progresif yang entah dari mana menjadi mobil ke 4 maka mobil kami satu-satunya yang awalnya ber-KTP Jakarta Utara harus dipindah ke Jakarta Selatan. Memang per 2017 aturan pajak progresif sudah dikenakan tidak hanya untuk nama pemilik yang sama tapi juga alamat rumah yang sama. Agak sontoloyo sih, giliran menagih pajak mereka bisa terintegrasi menarik data disdukcapil lalu menandai kepemilikan kendaraan dengan NIK di nomor kartu keluarga yang sama. Tapi hanya untuk mengubah alamat pemilik dengan NIK yang sama repotnya luar biasa. Entahlah kenapa bisa beda begitu, tapi yang jelas sebagai orang padang bermental cina berprinsip india, bertekad mengurus perubahan alamat STNK sendiri sebagaimana saya yang belum sudi menggunakan biro jasa ini.

Processed with VSCO with e1 preset

Loket legalisir hasil cek Fisik, pasang telinga baik-baik

Jadilah hari itu saya ke Samsat bersama Haifa yang merengek ikut ketika saya pamit bilang mau ke kantor pak polisi. Sesampainya di kompleks Samsat-Polda dari pintu masuk SCBD, langsung menuju arah belakang gedung utama samsat untuk melakukan cek fisik. Disana rangka dan mesin kendaraan kita akan di gesek oleh bapak-bapak mitra samsat, adalah petugas pertama di rangkaian prosesi mengurus balik alamat STNK ini. Setelah itu kita harus menyerahkan berkas hasil gesek cek fisik itu ke loket di area yang sama. Tapi kita harus memarkir kendaraan dahulu, setelah memutar 5 kali dan tidak juga ada parkiran kosong karena memang terbatas maka saya memutuskan parkir di Pacific Place. Dari lobby depan Pacific Place kami naik taksi yang berujung sia-sia. Karena ternyata taksi tidak boleh masuk ke komplek samsat yang menjadi satu dengan Polda Metro, artinya kami harus turun di gerbang depan akses Gatsu. Tapi karena hujan dan tidak ada koridor beratap dari gerbang depan ke gedung Samsat terpaksa taksi saya minta berputar sekali lagi ke SCBD dengan maksud menunggu hujan sedikit reda dulu.

Prosedur keamanan macam apa ini? Taksi dilarang masuk tapi tidak ada akses jalur pejalan kaki dari gerbang depan untuk menuju ke lobby, kenapa ya hobi sekali sepertinya mempersulit masyarakat yang (terpaksa) bijak taat pajak ini.

parkir-polda

Tidak ada koridor pejalan kaki dari gerbang Gatsu untuk ke Samsat. Gambar diambil dari sini

Baru sekali berputar akhirnya hujan reda juga. Saya dan Haifa turun di gerbang depan, berbecek-becek ria, meliuk-liuk melewati parkiran motor dan mobil yang padat tapi berantakan menuju loket di belakang gedung samsat untuk penyerahan berkas, ini adalah petugas kedua. Setelah menyerahkan berkas, kita menunggu di panggil oleh petugas ketiga. Harus pasang telinga baik-baik sebab tidak ada tampilan dan nomor antrian semacam itu. Setelah mendapat berkas yang telah di legalisir, jangan lupa untuk langsung membuat copy-nya untuk bakal nanti mengurus BPKB di lapak fotocopy seberang loket, ada mas-mas sigap yang sudah terlatih menyusunkan berkas kita.

Karena banyak waktu terbuang ketika mencari parkir, perjalanan dari Pacific Place, taksi yang dilarang masuk dan berputar karena hujan tadi walhasil kami baru bisa menyelesaikan urusan cek fisik menjelang masuk waktu istirahat dimana semua pengunjung samsat harus keluar dari gedung, tidak boleh ada yang di dalam. Saya akhirnya memutuskan pulang dan lanjut besok saja, kasihan Haifa kalau harus menunggu diluar tanpa kursi dan peneduh. Apalagi Haifa sepertinya mulai muntup-muntup tidak betah, padahal ini baru 2 jam tapi sudah kenyang dia saksikan bertele-telenya proses birokrasi negeri ini.

Besoknya saya kembali untuk menyerahkan berkas hasil cek fisik yang lokasinya di lantai 2 gedung utama samsat. Memasuki lantai 2, begitu padat dengan manusia. Nyaris tidak ada papan petunjuk, apalagi mesin antrian. Karena tidak ada jalur untuk mengantri, semua orang berkerumun – baik di lapak fotocopy, di loket bank dan juga di loket-loket entah yang mungkin hanya diketahui fungsinya oleh mas-mas biro jasa yang sudah biasa. Suasana cukup riuh antara suara panggilan nama-nama atau plat nomor dari masing-masing loket itu. Sebenarnya seberapa mahal harga mesin sistem antrian dengan monitor macam di bank-bank itu? Rasanya cukup dengan budget 1 mobil dinas Rubicon perwira sudah bisa dapat banyak. Kabar baiknya, di loket paling ujung ada bapak petugas yang ramah memberi tahu saya dimana harus mengambil berkas – setelah mondar-mandir dan tidak menemukan petunjuk jelas pun papan keterangan yang loket tempat mengambil form.

Ibu-ibu pemberi berkas di loket pengambilan berkas yang tidak memiliki papan keterangan itu ternyata sama ramahnya. Beliau saya hitung sebagai petugas ke empat. Sewaktu mengisi berkas saya agak heran, karena semua isian di berkas yang harus kita lengkapi kok sama persis-sis plek-ketimplek bahkan urutannya dengan yang ada di STNK dan BPKB. Lalu untuk apa kita tulis tangan yang rentan tidak akan atau sulit terbaca? Bukannya mereka tinggal cek dan ketik saja nomor STNK saya di sistem? Entahlah, tapi mungkin, mungkin ya lho ini, mungkin tulisan tangan kita akan di simpan di semacam bank data untuk analisa grafologi oleh semacam proses machine learning dan kekinian data science demi mengungkap apabila ada kejadian kriminal di suatu hari nanti – ya bung, ini adalah khusnudzon kelas dewa.

Akhirnya saya isi – sengaja kecil-kecil – sambil menggerutu lalu serahkan kembali ke ibu petugas ramah tadi. Tetapi karena plat nomor kami termasuk nomor cantik maka saya diminta ke gedung biru di sebelah, guna pelaporan pindah alamat khusus plat nomor pesanan. Saya kembali heran, untuk apalah dipisahkan antara urusan ini, yang bukan hanya pisah loket tapi bahkan sampai beda gedung?!

Eling, sabar, tenang – ingat mas, ingat ini semua adalah teknologi berkas-berkas kertas zaman tuan Guttenberg. Mungkinkah belum ada jaringan intranet dan semacam itu disini, mungkinkah masih harus menunggu 600 tahun lagi? Tapi saya tetap kasih senyum, ucapkan terimakasih dan menurut saja.

Keluar gedung samsat, saya sempat bingung karena si ibu ramah tadi hanya bilang pelaporan di gedung biru. Ternyata ada dua gedung biru dan entah yang mana. Coba-coba, saya pilih masuk gedung yang terdekat pertama, seperti biasa tidak ada keterangan di loket-loketnya. Untuk bertanya ke petugas saya pun harus mengantri lagi, yang ketika tiba giliran saya dan dijelaskan kalau disini tempat untuk mengurus cabut berkas. Artinya saya harus ke gedung biru yang satunya lagi guna pelaporan pindah alamat nomor pesanan.

Ya, di samsat kita bisa semakin memahami bahwasanya hidup ini adalah ujian, akherat adalah sebenar-benarnya tujuan.

Bergegas saya pergi ke gedung biru yang satu, gak rela kalau sampai terpotong jam makan siang lagi. Di arahkan pak polisi penjaga untuk langsung naik ke lantai 2. Di area sini lebih nyaman dan lega – tidak padat, tidak pengap, dan tidak ada kerumunan. Di loket paling ujung saya menyerahkan berkas ke petugas ke lima. Lalu diminta menunggu panggilan. Seperti biasa, pasang telinga baik-baik. Setelah 20 menit akhirnya saya dipanggil dan berkas diserahkan oleh petugas berbeda yang lain, saya hitung beliau sebagai petugas ke enam. Tapi aneh, ternyata di map ada berkas baru yang sama persis-sis tapi masih kosong hanya sudah ada cap stempel, kenapa bukan berkas isian saya tadi yang di stempel? Bodo amat, saya bergegas kembali ke gedung samsat. Akhirnya berkas lengkap sudah dan diterima si ibu ramah, lalu saya diberi tanda terima dan disuruh untuk kembali minggu depan. Total, hari ini ada 7 petugas dan 3 gedung untuk mengurus pendaftaran perubahan alamat STNK.

Setelah 7 hari sesuai jadwal, saya kembali ke kantor samsat. Kali ini sedikit lebih berpengalaman, setidaknya saya sudah tahu loket mana yang harus dituju meski tidak ada papan keterangan: loket si ibu-ibu ramah kemarin. Si ibu petugas memberikan kertas tanda ambil STNK untuk ditumpuk loket di sebelah. Sejak awal prosesi, semua berkas memang ditumpuk sebagai metode mengantri – kadang ada yang curang dengan langsung menyelipkan di tumpukan paling bawah dengan harapan akan langsung dipanggil. Apa boleh buat, Indon memang ada dimana-mana dan bisa dalam bentuk apa saja.

1199559384

Semua berkerumun, berkas yang ditumpuk, di samsat berkawanlah dengan nasib. Gambar diambil dari sini

Seperti biasa, loket-loket tanpa mesin antrian dan hanya suara panggilan. Karena khawatir terlewat, orang-orang berkerumun persis di depan loket yang hanya membuat suara panggilan petugas semakin samar, lalu semakin orang berkerumun, lalu semakin samar dan begitu seterusnya – ora uwis-uwis. Saya hitung itu petugas ke delapan. Setelah dipanggil, saya harus mengantri lagi di loket Bank DKI untuk pembayaran dengan mekanisme yang masih sama: tanpa mesin antrian, suara panggilan dan orang-orang yang berkerumun di depan. Selesai membayar, tanda terima kita taruh lagi di loket sebelah untuk antrian terakhir mengambil STNK dan ya tetap pasang telinga baik-baik seperti biasa.

Akhirnya perubahan alamat di STNK selesai juga dengan total 10 petugas, 3 berkas dan 2 gedung. Entah kapan sistem identitas tunggal akan ada di negeri Pancasilais ini. Terakhir eKTP untuk merintis sistem identitas tunggal, malah dibuat bancakan ramai-ramai segala hadiah iseng cuma-cuma arloji 1.3 milyar. Entah belum bisa karena gagap teknologi atau karena lebih banyaknya sistem siluman yang potensi akan hilang ketika identitas tunggal diterapkan. Mungkin – sebagaimana proses pencatatan sipil kita tertinggal 600 tahun karena masih berupa berkas manual era Johaness Guttenberg, mungkin sistem identitas tunggal yang terintegrasi baru akan ada ada berbarengan dengan koloni manusia pertama di Mars nanti benar-benar terealisasi.

Tabik.

Tabok.

 

Leave a comment